Halo, gimana perasaan kalian hari ini? Semoga tulisan ini dapat menghangatkan hati kalian setelahnya.
Bicara soal orang yang memiliki kepribadian tertutup pasti sebagian besar yang terlintas di kalian adalah sulit bersosialisasi. Kenapa? Karena mereka hanya peduli diri sendiri? Topik pembahasan yang membosankan? Atau karena dia tidak punya circle pertemanan?
Saat saya di semester awal kuliah, ada satu teman yang sangat pendiam dan pandangan orang terhadapnya adalah sulit bersosialisasi. Dia berjalan sendiri ke kantin, duduk sendiri bahkan enggan diajak mengobrol. Salah satu kaka tingkatku menyarankan saya untuk dekat padanya yang saat itu memiliki circle pertemanan sendiri. Dan faktanya tidak ada orang yang tidak bisa bersosialisasi.
Di saat bersama teman lama saya harus terlihat menyengakan bagi mereka justru saya bisa menunjukan sisi terlemah saya pada manusia satu itu. Bahkan tanpa sadar, kita sudah menjadi temna diskusi lama sekali hingga tingkat akhir perkuliahan ini.
Sepanjang mengobrol saya paling sering diberi anggukan, “Oh”, “iya” atau sesuatu seperti itu. tapi kenapa justru saya merasa lebih nyaman dan aman? Saya bisa mendapatkan keduanya dari sekedar berdiskusi dengannya.
Lalu, apakah saya terpengaruh oleh kepribadiannya yang tertutup itu? Ya, saya terpengaruh. Pepatah yang mengatakan temanku juga ikut membentuk karaktermu adalah benar. Jadi, apakah saya ikut dienggani oleh circle pertemanan saya sebelumnya? Ya. Banyak sekali hal yang berubah dalam wakut singkat. Karakter, perkataan, dan Kepercayaan bisa berubah bagai angin lewat.
Saya menyadari ada banyak hal tidak terduga yang bisa terjadi. Saat ini orang yang kamu anggap sebagai orang terdekat bisa jadi menjadi orang asing pun sebaliknya. Ketika sebuah pilihan sudah diambil kalian tidak boleh menghujatnya. Apapun hasil dan akhir dari pilihanmu harus dapat kalian lewati. Semua akan menjadi proses pembelajaran kalian.
Sedikit membahas proses belajar, saat ini saya baru menyelesaikan amanah di sbuah organisasi. Sangat sulit bagi saya untuk menunjukan ceria dan tidak lelah dihadapan anggota. Saya sempat ragu akan amanah yang diberikan. Pikiran “apakah saya bisa menjadi sandaran bagi anggota”, “apakah saya harus menjadi seperti A, B dan C?” terkadang membuat saya stress sendiri. Pandangan orang terhadap saya tidak luput dari kepala, “apakah saya terlihat tidak bertanggung jawab?” menjadi pertanyaan terbesar di kepala.
Dan kalian tau? Saya menemukan berbagai karakter baru di anggota organisasi tersebut. Keras kepala, manja, kurang kepercayaan diri, tidak amanah dan ketergantungan. Ini menjadi proses tersendiri bagi saya. Bagaimana saya bisa masuk ke bagian dari mereka tanpa melewati batas. Dan pilihan saya jatuh menjadi karakter keibuan.
Karakter yag penuh pendengaran tanpa banyak bertanya, berusaha memahami isi kepala dan perasaan sebelum melontarkan kalimat “Ada Apa?”. Mendorong hal yang mereka sukai tanpa mengatakan “Semangat”. Membuat rasa nyaman dan aman saat berada di dekatnya tanpa ada banyak mengintrogasi.
Sampai saat ini, saya masih tidak tau apakah cara saya membangun karakter untuk mereka sudah benar atau kebalikannya. Namun salah satu kalimat ini berhasil membuat saya merasa yakin dengan apa yang sudah saya lakukan.
“ Kestari(biro saya waktu itu) adalah salah satu tempat tenyaman, saya merasa satu sama lain seperti keluarga. Saya ingin terus berada disini(biro)”
Kalimat yang sukse membuat saya percaya diri atas apa yang sudah saya lakukan sebelumnya. Dan akhirnya saya mampu melihat lebih jauh arah perkembangan karakter mereka. “berkerja dengan hati, ciptakan rasa nyaman dan aman” adalah karakter yang ingin saya tanamkan kepada mereka. Bukan, bukan akan menjadi versi anak didik ghina tapi hanya menjadi diri mereka sendiri versi lebih baiknya.
dan terakhir saya selipkan potongan kalimat yang mengharukan